Minggu, 16 Agustus 2009

MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEMITRAAN UNTUK MENINGKATKAN MUTU DAN RELEVANSI LULUSAN SMK

Minggu, 16 Agustus 2009


MODEL IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEMITRAAN
UNTUK MENINGKATKAN MUTU DAN RELEVANSI LULUSAN SMK

Untuk meningktakan mutu dan relevansi lulusan SMK melalui Departemen Pendididikn dan Kebudayaan pada tahun 1992 telah mengeluarkan Keputusan Mendikbud Nomor 0490/1992 tentang Kerjasama SMK dengan Dunia Usaha dan Industri (DUDI) yang bertujuan meningkatkan kesesuaian program SMK dengan kebutuhan dunia kerja yang diusahakan dengan saling menguntungkan dan dengan dasar kebijakan Mendikbud tersebut dirumuskan kebijakan bersama antara Mendikbud dan Ketua Umum Kadin dengan Nomor 0267a/U/1994 dan Nomor 84/KU/X/1994 tanggal 17 Oktober 1994 tentang Pembentukan Lembaga Kerjasama Tingkat Pusat disebut Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN), Tingkat Wilayah disebut Majelis Pendidikan Kejuruan Provinsi (MPKP), dan Tingkat Sekolah disebut Majelis Sekolah (MS). Dan untuk menindaklajuti kebijakan tersebut telah mengeluarkan Kepmendikbud No.323/1996 tentang penyelenggaraan pendidikan sistem ganda (PSG) yang didalamnya memuat kebijakan kemitraan SMK dan dunia usaha industri (Dudi) dalam rangka praktik industri, kebijakan tersebut tetap berlangsung walaupun terjadi perubahan sistem pemerintahan dari sentralisasi ke desentralisasi termasuk pengelolaan pendidikan.
Kebijakan kemitraan dalam lingkup pendidikan kejuruan dalam hal ini SMK, pada dasarnya melibatkan tiga komponen penting yaitu pihak majelis sekolah. Pihak dunia usaha industri (DUDI) yang akan memakai siswa dan pihak sekolah menengah kejuruan (SMK). Ketiga institusi itulah yang melaksanakan kemitraan untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui mekanisme pendidikan sistem ganda (PSG), dalam hal ini praktik industri di dunia usaha industri. Kurang tercapainya sasaran kebijakan kemitraan SMK yang terjadi sebagai akibat tidak berjalannya mekanisme implementasi yang telah dirancang sebelumnya dapat dinyatakan sebagai terjadinya belum tercapainya kinerja implementasi. Hal tersebut mengindikasikan kurang sesuainya pencapaian hasil dengan rancangan implementasi yang ada. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu analisis yang mendalam mengenai proses implementasi tersebut mulai dari awal hingga hasil dan dampak akhirnya.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif naturalistis dengan pendekatan studi kasus. Peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian yang terlibat secara aktif dan langsung di lokasi penelitian (human as instrument). Lokasi penelitian berada di Kota Tarakan Provinsi Kalimantan Timur. Penulis mengumpulkan data lewat metode in-depth interview serta melakukan observasi partisipatif di dua SMK yakni SMK Negeri 1 dan SMK Negeri 2 Tarakan. Penulis juga terjun langsung di beberapa perusahaan (Dudi) untuk menghimpun data dengan cara ini. Jenis data ada bersifat primer (hasil wawancara) dan sekunder (dokumentasi). Sumber data diseleksi lewat metode purposive sampling. Data dianalisis lewat analisis data situs tunggal menurut Miles dan Huberman (1984) sehingga menghasilkan simpulan-simpulan sementara dan kemudian dianalisis secara lintas situs untuk menghasilkan simpulan akhir.Maka peneliatian ini dicoba menggunakan pisau analisis dengan menggunakan teori implementasi yang dikemukana oleh Edward III (1990), Van Metter dan Van Horn (1975), Mazmanian dan Sabatier (1983) dan Grindel (1980) serta beberap teori kebijakan pendidikan dan kemitraan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa persiapan implementasi kebijakan tersebut telah berjalan sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan sebagaimana Kepmendikbud No.323/1996 tentang pendidikan sistem ganda (PSG), namun jika dilihat persiapan tersebut dari sisi konteks otonomi daerah di mana kewenangan pengelolaan pendidikan menjadi kewenangan pemerintah daerah sejak dilaksanakannya otonomi daerah pada tahun 2001-2005 belum berjalan secara optimal.
Walaupun pelaksanaan otonomi daerah telah berjalan selama masa implementasi, tetapi acuan pelaksanaan kebijakan kemitraan masih tetap menggunakan juknis dan juklak pemerintah pusat, yaitu Kepmendikbud No. 323/1996, sehingga proses implementasi belum terlaksana secara optimal. Beberapa faktor yang memengaruhi proses implementasi kebijakan praktik industri di Kota Tarakan, di antaranya faktor pemerintah daerah belum membuat perangkat peraturan atau Perda, petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis penyelenggaraan praktek industri di era otonomi daerah, sehingga sekolah tidak memiliki dasar penyelenggaraan praktik industri kecuali kepmendikbud no.323 / 1996 hal ini memengaruhi capaian target sasaran implenetasi kebijakan kemitraan, tidakk terbangunya komunisasi antara stakeholders demikian juga pelaksana program (guru pembimbing dengan instruktur industri ) yang mengakibatkan program tidak terlaksana dengan efektif, faktor ekstrnal dan internal birokrasi pelaksana tidak dapat mendukung pelaksnaan program praktik industri dan hal ini sangat berpengaruh terhadap capaian program, belum tersusunya kurikulum terpadu antara SMK dengan DUDI sehingga mengakibatkan tidak sinkronnya program, dan hal ini tidak dikomunikasikan dengan perumus kebijakan, belum terpenuhinya sarana prasarana baik yang ada di SMK maupun dunia usaha industri (Dudi) mengakibatkan proses pembelajaran terganggu, pelaksanaan monitoring oleh guru pembimbing tidak dilaksanakan seara optimal yang mengakibatkan kurangnya masukan dari pihak industri kepada sekolah maupun program sekolah, sehingga pencapaian sasaran program praktik industri yang dilakukan oleh SMK dan dunia usaha industri melalui kerjasama praktik industri selama lima tahun terakhir tidak optimal.
Dampak implementasi praktik industri yaitu belum mampu memotivasi upaya peningkatan kompetensi dan wawasan guru terhadap dunia kerja dan perkembangan teknologi pada pasar kerja, menurunya motivasi siswa belajar ketika pulang dari praktik industri yang dikarenakan materi praktik yang didapatkan tidak sesuai dengan standar kompetensi jurusan, komitmen dunia usaha industri masih kurang hal ini dapat dilihat pada penempatan peserta praktik bukan pada lini produksi demikina juga dalam melakukan rekrutmen karyawan, komitmen pemerintah daerah masih bersifat instrumental (Rendahnya anggaran praktik industri dan belum adanya juknis dan juklak) yang akhirnya berdampak pada tercapainya mutu dan relevansi lulusan yang belum dapat memperkecil angka pengangguran pada tingkat pendidikan SMK atau belum optimal dicapai lewat implementasi kebijakan kemitraan tersebut.
Maka berdasarkan temuan tersebut maka persiapan dan proses implementasi kebijakan yang dilakukan harus didukung oleh faktor lingkungan kebijakan internal maupun eksternal, komunikasi antara perumus program, stakeholders dan pelaksana, internal dan eksternal birokrasi pelaksana dan stakeholders, penyusunan kurikulum terpadu, sarana dan prasarana pembelajaran terpenuhi sesuai standar prosedur operasional, pelaksanaan monitoring dilakukan secara optimal dan penuh variasi (variatif), maka tujuan dari implementasi kebijakan kemitraan pendidikan kejuruan dalam rangka untuk meningkatkan mutu dan relevansi lulusan SMK akan tercapai.
Dan dari temuan tersebut dapat dilakukan reknstruksi teori Edward III (1980) bahwa untuk mengimplementasikan kebijakan bahwa lingkungan kebijakan internal dan eksternal dan komunikasi berpengaruh kuat terhadap sikap dan prilakau (disposisi) perumus,stakeholders dan pelaksana kebijakan, suberdaya dan struktur biirokrasi.
Berdasarkan temuan, konsep dan rekonstrukrsi teori Edward III (1980) menjadi dasar untuk perbaikan sistem atau kebijakan menurut Jenkins, (1978) bahwa studi implementasi adalah studi perubahan bagaimana perubahan terjadi dan bagaimana perubahan bisa dimunculkan. Kemudian, Lendrum (2003) menyatakan bahwa untuk melakukan perubahan dalam berbagai kegiatan, kita harus mulai dengan mengubah paradigma dalam menyikapi dan memecahkan berbagai persoalan serta berorientasi pada perubahan paradigma yang ada dalam lingkungan internal dan eksternal.
Adapun model yang dimaksud dalam tulisan ini yakni model empirik (empirical model) untuk meningkatkan efektivitas penyelenggaraan kebijakan praktik industri melalui kemitraan (kerjasama) dimana memadukan konsep link and match, life skills dan broad based education atau lebih mengarah pada konsep holistic education. Model tersebut sejalan dengan adanya perubahan paradigma dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pasal 15 yang mengisyaratkan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Dan Perubahan paradigma penyelenggaraan pendidikan selaras dengan Undang-Undang No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola dan bertanggung jawab dalam sektor pendidikan.
Dengan mengembangkan model kebijakan kemitraan pendidikan kejuruan berbasis dunia kerja diharapkan dapat mewujudkan lulusan yang memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap kreatif, dan inovatif. Oleh karena itu, penyelenggaraan praktik industri dalam kerangka kemitraan berbasis dunia kerja perlu ditingkatkan efektivitasnya sehingga birokrasi lebih responsif terhadap tuntutan masyarakat, lebih adaptif terhadap perubahan-perubahan dan memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan konsep yang dikemukan oleh Islamy (2002); Dunn (2000); dan Thoha (2002) bahwa birokrasi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan tersebut harus benar-benar memerhatikan tuntutan-tuntutan masyarakat yang terkena efek dari kebijakan
Disamping itu direkomendasikan beberapa hal yang berkenaan dengan upaya perbaikan kebijakan yang diharapkan dilakukan oleh SMK, Dunia usaha industri atau dunia kerja, pemerintah daerah dan direktorat pembinaan SMK Depdiknas RI, sebagai berikut : 1.Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) : 1). Perlu menyusun kurikulum terpadu antara SMK dengan Dunia kerja dengan melibatkan multy stakeholders 2).perlu meningkatakan pengalaman dan wawasan guru dengan melalui program kunjungan industri, dialog dunia kerja, mendatangkan guru tamu,magang guru dan diklat kompetensi berjenjang, 3) perlu peningktan kualitas / profesionalisme guru dengan mengadakan diklat methodologi pelajaran teknik, desiminasi, seminar, dan lokakarya, workshop karya ilmiah atau mengadakan in house training, 4) perlu dialokasikan anggaran untuk pelatihan pembuatan modul dan pembuatan modul terpadu (bahan ajar) untuk bidang studi normatif, adptif dan produktif, 5). Perlu melakukan inovasi pembelajaran, 6) Tim kelompok kerja praktik industri perlu melibatkan semua satkholders sebagai anggota tim, 7) perlu adanya stantadar dunia kerja khususnya melihat aspek sumber daya peralatan dan sumber daya manusia pada perusahaan/dunia kerja dan menyesuaikan relevansi dengan standar kompetensi lulusan.;
2. Dunia usaha industri (dunia kerja): 1) Standar kompetensi industri (dunia kerja) sangat diperlukan sebagai acuan dalam pengembangan kurikulum di sekolah dan meningkatkan pembelajaran di sekolah dengan program praktik industri. Untuk itu, diharapkan dunia usaha industri (dunia kerja) dapat menyusun standar kompetensi industri (dunia kerja) yang nantinya dapat digunakan oleh sekolah dalam pengembangan kurikulum, 2) Sebagai tindak lanjut dari pemberian sertifikat praktik industri dan sertifikat uji kompetensi tersebut diharapkan dunia usaha industri (dunia kerja) lebih konsisten. Dengan demikian, dalam melakukan penerimaan karyawan agar lebih memprioritaskan lulusan SMK yang telah memiliki sertifikat praktik industri dan uji kompetensi dari dunia usaha industri (dunia kerja) tersebut sebagai pihak yang berkompeten mengeluarkan kedua sertifikat tersebut;
3. Pemerintah daerah (pemda) : Sebagai konsekuensi dilaksanakannya otonomi daerah dan sebagai wujud pelaksanaan kewenangan pengelolaan pendidikan dasar dan menengah sebagaimana amanah UU No. 22 Tahun 1999 (revisi UU No. 32 Tahun 2004) tentang Pemerintah Daerah dan PP No. 25 Tahun 2000 tentang Pelimpahan Kewenangan Daerah maka pengelolaan pendidikan kejuruan yang melibatkan masyarakat dan dunia usaha industri maka perlu 1) melakukan evaluasi kebijakan kemitraan pendidikan kejuruan,2) Penataan kembali strategi implementasi kebijakan kemitraan dalam rangka pendidikan sistem ganda (PSG) khususnya dalam penyelenggaraan praktik industri sekolah dan dunia usaha industri (dunia kerja),3) perlu memiliki standar pelaksana praktik industri, baik yang berkaitan dengan kesiapan industri (dunia kerja), sekolah, guru, dan faktor penunjang pembelajaran lainnya,4) majelis sekolah dilebur dalam dewan pendidikan sehingga tidak terjadi duplikasi peran dan fungsi majelis sekolah dengan dewan pendidikan yang telah memiliki infrastruktur perundang-undangan kelembagaan,5) perlu dibuat secara rinci isi naskah kerjasama (MOU) dan dibuat sesuai situasi dan kondisi dunia usaha industri (dunia kerja) dan standar kompetensi program studi,6) Penelusuran tamatan atau lulusan sangat penting dilakukan oleh sekolah apalagi bagi sekolah menengah kejuruan (SMK) sebagai indikator keberhasilannya melakukan pelayanan pendidikan Untuk mengoptimalkan penelusuran tamatan ini perlu keterlibatan multy stakeholders, di antaranya unsur sekolah, dunia usaha industri (dunia kerja), bidang pendidikan menengah dinas pendidikan, dan bidang penempatan ketenagakerjaan kantor tenaga kerja dengan mengoptimalkan penanganan lulusan diperlukan adanya Job Placement Center (JPC),7). perlu adanya perencanaan pendidikan dengan pendekatan berbasis dunia kerja atau ketenagakerjaan yang berorientasi pada pengembangan potensi lokal yang mempunyai daya jual (marketable),8) perlu untuk memperoleh sumber pendapatan baru guna mendukung penyediaan dana tersebut yang melibatkan stakeholders (orang tua, masyarakat, dan dunia usaha industri) melalui kebijakan dengan peraturan daerah (perda) sumbangan atau retribusi pendidikan atau memasukkan dalam perda sistem pendidikan 9) hendaknya pemerintah daerah memberi penghargaan atau kemudahan kepada dunia usaha industri (dunia kerja) dalam mengembangkan kegiatan usahanya, misalnya memberi kemudahan dalam perpanjangan izin usaha, tetapi di balik itu pihak perusahaan juga harus memberi jaminan untuk mendukung program pengembangan pendidikan dan peningkatan mutu lulusan sebagai persyaratan mutlak yang harus dipenuhi oleh dunia usaha industri (dunia kerja) ketika mendapat kemudahan dari pemerintah daerah.
4.Direktoran pembinaan SMK Depdiknas RI : 1) perlu dilakukan evaluasi kebijakan sebagai dasar untuk melakukan revisi terhadap Kepmendikbud tersebut atau dengan menetapkan peraturan pemerintah atau keputusan bersama menteri pendidikan nasional bersama menteri tenaga kerja, dan menteri dalam negeri yang mengatur tentang kemitraan pendidikan pada umumnya dan pendidikan kejuruan pada khususnya.2). perlu adanya kebiajakan pendidikan berupa PP atau kepmendiknas dengan melibatkan multy stakeholders ( mendiknas,mendagri,dan menaker), 3) perlu pemerintah dan pemerintah daerah melakukan sebagai berikut :(1) perubahan paradigma pembangunan pendidikan dengan menyiapkan lulusan bukan hanya memasuki dunia kerja formal tetapi dunia kerja informal sesuai potensi lokal marketabl, (2) mengembangkan model pembelajaran terpadu berbasis kewirausahaan (menambah jam belajar kewriausahaan) sehingga siswa dapat melek ekonomi, (3) mendorong perkembangan sektor informal dalam rangka mengembangkan potensi lokal marketable dan menyediakan bantuan modal usaha bagi lulusan SMK yang berminat membuka usaha disektor informal, dan (4) membangun SMK Kecil sesuai potensi lokal di daerah pedesaan, pedalaman, pantai dan perbatasan dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja informal dan SMK terpadu rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja formal dan informal daerah perkotaan serta membangun SMA pada daerah perkotaan dalam rangka mempersiapkan peserta dididik memasuki perguruan tinggi










0 komentar:

Posting Komentar

 
KEBIJAKAN PENDIDIKAN. Design by Pocket